Saya masih ingat betul, tahun 2014-an, saat pertama kali dengar nama Borneo FC. Waktu itu saya pikir, “Ini klub baru mana lagi, ya? Bisa bertahan nggak, sih, di kerasnya sepak bola Indonesia?” Tapi ternyata, saya salah besar. Klub ini bukan sekadar numpang lewat.
Sports Borneo FC, atau yang sering disebut Pesut Etam, datang dengan gaya. Klub yang berbasis di Samarinda, Kalimantan Timur ini lahir dari semangat lokal, rasa cinta terhadap sepak bola, dan keinginan membawa nama Kalimantan ke level nasional. Gak banyak tim dari luar Jawa yang bisa langsung bikin geger sejak awal berdiri. Tapi Borneo FC? Mereka beda cerita.
Saya waktu itu lagi ngopi bareng teman-teman guru sambil nonton highlights Liga 1. Ada satu gol salto pemain Borneo yang bikin kita semua teriak bareng. Momen kecil, tapi dari situ saya mulai ngikutin perjalanan klub ini.
Sejarah Singkat Borneo FC: Muda, Tapi Penuh Taji
Wikipedia Borneo FC berdiri resmi pada 7 Maret 2014, setelah PT Nahusam Pratama Indonesia mengambil alih lisensi klub Persisam Putra Samarinda. Mereka langsung tampil di Divisi Utama (Divisi 1) dan dengan cepat lolos ke Indonesia Super League (ISL), yang sekarang dikenal sebagai Liga 1.
Dan jujur ya, naiknya Borneo FC ke kasta tertinggi itu bukan cuma keberuntungan. Mereka punya sistem yang rapi, manajemen profesional, dan visi jangka panjang. Beda banget dengan banyak klub lain yang sering ganti-ganti pelatih, gonta-ganti pemain asing, atau malah bikin drama internal yang gak perlu.
Borneo FC punya visi jadi klub profesional terbaik di Indonesia, dan mereka jalan ke arah itu. Buktinya? Mereka bangun akademi, punya stadion sendiri (Stadion Segiri), dan memperkuat branding lokal.
Kekuatan Borneo FC di Liga 1: Mainnya Gak Kaleng-Kaleng
Dari awal, saya udah lihat ada yang beda dari permainan Borneo. Mereka bukan tim yang cuma bertahan atau main bertempo lambat. Justru sebaliknya. Borneo FC terkenal dengan gaya bermain cepat, presing tinggi, dan serangan balik yang tajam banget. Kadang saya sampai heran, ini klub yang baru berdiri kok mainnya udah sekelas klub besar.
Apalagi saat mereka diperkuat pemain-pemain asing yang oke banget. Nama kayak Matheus Pato, Renan da Silva, sampai Jonathan Bustos sempat jadi motor utama tim ini. Mereka bisa menggabungkan gaya Latin dengan intensitas permainan khas Indonesia.
Dan jangan lupakan pemain lokal. Mereka berani kasih menit main ke pemain muda kayak Fajar Fathur Rahman atau Komang Teguh, yang sekarang jadi tulang punggung Timnas U-23.
Musim 2023/2024, Borneo FC sempat memuncaki klasemen dalam waktu cukup lama. Itu bukan kebetulan. Tim ini punya keseimbangan antara pemain senior, muda, dan asing, ditambah strategi jitu dari pelatih.
Suporter Borneo FC: Pusamania yang Gak Main-Main
Kalau ngomongin klub sepak bola, rasanya gak lengkap tanpa bahas supporternya. Dan buat Borneo FC, mereka punya basis pendukung yang solid banget, namanya Pusamania. Mereka ini bukan cuma nonton di tribun sambil nyanyi, tapi bener-bener hidup bareng klub.
Saya pernah lihat video saat Borneo menang lawan tim besar, Pusamania bikin koreografi besar-besaran. Bahkan ada yang sampai rela naik motor ratusan kilometer buat dukung langsung di stadion lawan. Gila, sih. Tapi itulah cinta terhadap klub.
Yang bikin salut, Pusamania ini juga aktif dalam kegiatan sosial. Mereka sering adain donor darah, bersih-bersih stadion, sampai kampanye anti-rasisme. Mereka bukan cuma fans, tapi keluarga besar klub. Dan menurut saya, ini salah satu kekuatan utama Borneo FC: mereka punya komunitas loyal yang gak cuma muncul pas tim menang doang.
Borneo FC: Klub Daerah dengan Ambisi Nasional
Waktu saya ngobrol sama salah satu teman yang asli Kalimantan, dia bilang, “Borneo FC itu bukan cuma klub bola, tapi lambang perjuangan orang daerah yang pengen diakui.” Kalimat itu nempel terus di kepala saya.
Dan emang bener. Di tengah dominasi klub-klub Jawa seperti Persib, Arema, atau Persebaya, Borneo FC datang membawa semangat “kami juga bisa.” Klub ini berani bermimpi besar, gak cuma pengen bertahan, tapi juga pengen juara.
Mereka serius bangun infrastruktur. Mulai dari lapangan latihan, akademi usia dini, sampai kerja sama dengan klub luar negeri. Beberapa kali mereka bahkan kirim pemain mudanya ke Eropa buat training. Borneo FC tahu, kalau mau jadi besar, gak bisa instan. Harus investasi dari akar.
Skuad Borneo FC 2025: Gabungan Muda dan Matang
Musim 2025 ini, skuad Borneo FC makin gila sih. Mereka punya keseimbangan yang keren. Pemain lokal seperti Rizky Dwi, Komang Teguh, dan Fajar Fathur tetap jadi andalan. Ditambah kehadiran pemain asing seperti Julian Guevara dan Henrique Motta yang jadi jangkar di lini tengah dan belakang.
Yang menarik, mereka juga mengorbitkan pemain akademi, sesuatu yang jarang dilakukan klub lain. Beberapa nama muda yang saya lihat punya potensi besar bahkan belum pernah masuk sorotan media. Tapi Borneo berani kasih mereka panggung.
Tipe skuad kayak gini biasanya jadi kuat di jangka panjang. Gak kaget sih kalau dalam 2–3 tahun ke depan, Borneo jadi langganan posisi 3 besar atau bahkan bawa pulang trofi.
Pelajaran dari Borneo FC: Visi Jelas Itu Mahal
Kalau saya boleh jujur, banyak klub Indonesia hancur bukan karena gak punya uang, tapi karena gak punya visi. Pemain gonta-ganti, pelatih dipecat tiap dua bulan, suporter gak dianggap.
Tapi Borneo beda. Mereka tahu mereka siapa, mau ke mana, dan gimana caranya sampai ke sana. Mereka gak malu mengakui masih belajar, tapi juga gak takut bersaing.
Dari Borneo saya belajar bahwa konsistensi, kesabaran, dan keterlibatan komunitas adalah kunci. Klub ini mungkin belum punya trofi Liga 1, tapi secara budaya, mereka sudah menang banyak.
Klub Lokal yang Layak Kita Dukung
Jujur aja, meski saya bukan warga Samarinda, saya cukup sering dukung tim mereka saat mereka main. Bukan karena fanatisme buta, tapi karena saya suka klub yang jujur dalam membangun. Mereka gak ikut drama. Mereka gak sok jago. Tapi kerja kerasnya kelihatan.
Dan buat kamu yang mungkin belum punya klub favorit di Liga 1, coba deh lirik Borneo FC. Siapa tahu kamu bisa jatuh cinta juga.
Rivalitas dan Pertandingan Seru: Saat Borneo FC Bikin Deg-degan
Salah satu momen paling saya ingat itu pas Borneo FC lawan PSM Makassar di musim 2022. Adu serangan, drama kartu, dan gol menit akhir yang bikin jantung nyaris copot. Walaupun hasilnya imbang, pertandingan itu kayak nonton final Liga Champions versi lokal. Yang bikin menarik, rivalitas Borneo FC dengan beberapa tim lain itu muncul bukan karena sejarah panjang, tapi karena kualitas dan intensitas di lapangan. Dan ini bikin Liga 1 makin hidup. Setiap kali Borneo main, saya selalu penasaran—bukan cuma siapa yang menang, tapi juga kejutan apa lagi yang bakal mereka kasih.
Baca juga artikel menarik lainnya tentang Fitness Tracker: Apakah Benar-benar Membantu Meningkatkan disini