Hutan De Djawatan Jujur aja, awalnya saya nggak punya ekspektasi tinggi waktu diajak ke Hutan De Djawatan di Banyuwangi. Waktu itu, teman saya bilang, “Ini kayak hutan di film Lord of The Rings deh, beneran!” Saya agak skeptis. Tapi karena memang lagi butuh refreshing, akhirnya saya ikutan juga.
Sampai di sana, saya langsung nge-freeze. Serius, pohon-pohon trembesi raksasa yang menjulang tinggi dan diselimuti lumut itu bikin atmosfernya kayak dunia lain. Udah kayak masuk portal ke Middle Earth. Trevel ini yang bikin banyak orang nyebutnya hutan ala-ala Fangorn. Kalau kamu mau ke sini, alamat lengkapnya ada di Benculuk, Kecamatan Cluring, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur 68482. Jangan sampai nyasar ya!
Suasana Magis yang Sulit Dijelaskan Lewat Kata-Kata
Begitu kaki nginjek tanahnya, langsung berasa sejuk. Bukan cuma karena hawa Banyuwangi yang adem, tapi juga karena tempat ini dikelilingi pohon-pohon gede yang udah berumur ratusan tahun. Pohon trembesi-nya tinggi-tinggi banget, cabangnya melengkung artistik, dan akarnya menjuntai dramatis.
Yang bikin makin keren, sinar matahari nyelip-nyelip di sela daun. Efek visualnya tuh… duh, kayak lukisan hidup. Saya sempat duduk diam beberapa menit, cuma buat menikmati sunbeam yang tembus dari sela-sela ranting.
Waktu itu saya sempat mikir, “Kenapa tempat seindah ini nggak seviral itu ya?” Tapi kemudian saya sadar, justru karena belum terlalu diekspos, nuansa alami dan mistisnya masih terjaga.
Dari Area Perhutani ke Tempat Wisata Hits
Sebenarnya, Hutan De Djawatan De Djawatan dulunya adalah kawasan milik Perhutani. Fungsi awalnya buat tempat penimbunan kayu jati. Tapi kemudian, karena keindahannya yang nggak biasa, pemerintah lokal ngeliat potensi wisatanya.
Akhirnya, kawasan ini direvitalisasi dan dibuka sebagai tempat wisata. Untungnya, penataan areanya nggak merusak alam aslinya. Jalan setapaknya tetap natural, cuma ditambah papan petunjuk dan tempat duduk kayu.
Oh ya, tiket masuknya juga murah banget. Terakhir saya ke sana, cuma sekitar Rp 10.000-an per orang. Dengan harga segitu, rasanya kayak dibayar buat relaksasi alami.
Cocok Buat Healing, Tapi Juga Keren Buat Foto Estetik
Saya bukan tipe yang hobi foto-foto, tapi tempat ini memaksa saya buka kamera terus-terusan. Bayangin aja, tiap sudut punya komposisi alami yang sempurna. Bahkan, jalan tanah yang biasa pun jadi kelihatan dramatis kalau difoto dengan angle yang tepat.
Beberapa spot yang wajib kamu coba:
Jalan utama masuk yang dinaungi pohon-pohon simetris
Area akar besar di sisi barat, yang sering dipakai pre-wedding
Sudut belakang dekat rumah pohon kayu
Kalau kamu suka konten Instagram yang estetik, ini tempat impian kamu. Tapi tetap inget, jangan rusak alamnya ya. Jangan injak akar, dan tolong jangan coret-coret pohonnya. Sayang banget soalnya.
Tips Anti-Gagal Saat Berkunjung ke De Djawatan
Nah, biar pengalaman kamu maksimal, saya punya beberapa tips penting:
Datang pagi atau sore. Hindari jam 12 ke atas karena cahaya mataharinya terlalu terik.
Bawa alas duduk. Serius, duduk di rerumputan sambil ngopi tuh priceless.
Jangan lupa anti nyamuk. Ini Hutan De Djawatan, gengs. Nyamuknya cukup agresif.
Siapkan kamera atau HP yang oke. Karena kamu pasti bakal tergoda buat foto terus.
Jaga kebersihan. Bawa kantong sampah sendiri, jangan buang sembarangan.
Saya belajar dari pengalaman, waktu pertama kali ke sana lupa bawa air minum. Akhirnya beli di warung dekat parkiran yang harganya lumayan naik. Sepele sih, tapi lumayan mengganggu karena tempatnya cukup luas.
Sisi Mistis yang Bikin Merinding Tapi Tetap Penasaran
Oke, ini bagian yang mungkin agak “seram” buat sebagian orang. Tapi saya tetap mau cerita karena ini salah satu daya tarik unik De Djawatan.
Beberapa warga lokal percaya, tempat ini dijaga oleh makhluk halus penjaga Hutan De Djawatan. Mereka nggak jahat, cuma kita diminta buat sopan dan nggak sompral saat di sana. Ada juga yang bilang, malam hari kadang terdengar suara langkah tapi nggak ada siapa-siapa.
Saya sendiri sempat merasa merinding waktu jalan agak menjauh dari keramaian. Tiba-tiba suasananya hening banget, sampai suara daun jatuh pun terdengar jelas. Waktu itu saya refleks ngucap salam dan langsung balik ke area utama. Entah itu perasaan doang atau memang ada yang ‘numpang lewat’.
Kenapa Saya Mau Balik Lagi ke De Djawatan
Setelah beberapa minggu balik ke rutinitas, saya merasa rindu banget sama suasana De Djawatan. Tempat ini bukan cuma spot healing, tapi juga bikin kita lebih sadar akan keindahan alam yang sering kita remehkan.
Saya jadi pengen balik lagi, tapi kali ini ngajak keluarga. Biar mereka juga bisa ngerasain betapa damainya berada di antara pepohonan raksasa itu. Apalagi anak-anak zaman sekarang kan jarang main di alam terbuka. De Djawatan bisa jadi tempat buat ngenalin mereka ke alam tanpa harus naik gunung atau masuk Hutan De Djawatan yang berat.
Pelajaran Penting yang Saya Dapatkan dari Kunjungan Ini
Yang paling ngena dari pengalaman ini adalah betapa tenangnya pikiran saya setelah pulang. Padahal biasanya, habis jalan-jalan malah capek. Tapi ini beda. Mungkin karena tempatnya beneran menyatu sama alam, tanpa banyak gangguan buatan manusia.
Saya juga belajar satu hal penting: kadang, destinasi terbaik itu bukan yang paling hits di media sosial. Tapi justru yang tersembunyi, yang butuh sedikit usaha buat sampai, dan yang kita rasakan sendiri keajaibannya tanpa filter.
Hutan De Djawatan Layak Masuk Bucket List Kamu
Kalau kamu butuh tempat buat kabur sejenak dari riuhnya dunia, Hutan De Djawatan wajib banget kamu datangi. Lokasinya mudah diakses dari pusat kota Banyuwangi, suasananya tenang, dan yang paling penting—alami banget.
Jangan tunggu viral baru datang ke sini. Nikmati tempat ini selagi masih belum terlalu ramai. Ajak teman, pasangan, atau keluarga. Tapi yang paling penting: jaga, rawat, dan hargai keajaiban alam seperti ini.
Baca Juga Artikel Berikut: Pantai Sadranan: Surga Snorkeling di Gunungkidul yang Bikin Susah Move On