Ada momen dalam hidup ketika kita merasa perlu untuk berhenti sejenak, menarik napas panjang, dan mencari tempat yang mampu menenangkan jiwa. Bagi saya, tempat itu bernama Cinque Terre — sebuah kawasan pesisir di Italia utara yang tampak seperti lukisan hidup, di mana laut biru, tebing batu, dan rumah-rumah berwarna pastel berpadu menjadi simfoni visual yang sempurna.
Saya pertama kali mengenal Cinque Terre lewat sebuah majalah perjalanan di perpustakaan kampus dua puluh tahun lalu. Gambar lima desa kecil di tepi tebing itu langsung menancap di ingatan saya. Sejak itu, saya selalu bermimpi bisa menginjakkan kaki di sana. Dan akhirnya, di usia yang tak lagi muda, saya berhasil mewujudkannya.
Perjalanan Menuju Negeri Lima Desa Cinque Terre

Cinque Terre — yang secara harfiah berarti “Lima Tanah” — terdiri dari lima desa cantik: Monterosso al Mare, Vernazza, Corniglia, Manarola, dan Riomaggiore. Semuanya terletak di wilayah Liguria, Italia, membentang di sepanjang pesisir Laut Liguria yang menjadi bagian dari Riviera Italia Wikipedia.
Perjalanan saya dimulai dari kota Milan. Dari sana, saya naik kereta menuju La Spezia, kota terdekat yang menjadi pintu masuk ke Cinque Terre. Perjalanan memakan waktu sekitar tiga jam. Begitu tiba di La Spezia, udara asin laut langsung terasa, dan mata saya disambut oleh lanskap yang menakjubkan: tebing tinggi berlapis tanaman hijau, jalan sempit berliku, dan aroma kopi Italia yang menyeruak dari kafe kecil di dekat stasiun.
Dari La Spezia, saya naik kereta lokal yang berhenti di setiap desa di Cinque Terre. Jalur kereta ini adalah salah satu pengalaman paling menarik, karena relnya menembus terowongan batu dan sesekali menampilkan pemandangan laut yang menakjubkan di antara dua tebing.
Monterosso al Mare: Desa Pantai yang Menyambut Hangat
Desa pertama yang saya kunjungi adalah Monterosso al Mare, desa terbesar di antara kelimanya. Begitu turun dari kereta, saya langsung merasakan atmosfer pantai yang santai. Pasir keemasan membentang luas, payung-payung berwarna cerah berjajar rapi, dan suara tawa turis bercampur dengan debur ombak.
Monterosso terasa seperti surga kecil bagi pencinta laut. Saya sempat berendam di air biru jernih yang hangat sambil menatap tebing berbatu di kejauhan. Setelah itu, saya berjalan ke pusat desa yang dipenuhi toko-toko kecil menjual lemon khas Liguria, anggur lokal, dan lukisan tangan.
Salah satu momen paling indah adalah ketika saya duduk di sebuah kafe kecil bernama Il Fornaio di Monterosso, menikmati segelas cappuccino sambil memandangi laut. Di sebelah saya, sepasang turis lansia asal Jerman tersenyum sambil berkata, “This place feels like a dream, doesn’t it?” Saya hanya bisa mengangguk. Karena memang, Monterosso terasa seperti mimpi yang jadi nyata.
Vernazza: Lukisan Hidup di Tepi Tebing
Dari Monterosso, saya melanjutkan perjalanan ke desa kedua: Vernazza. Hanya butuh sekitar 5 menit naik kereta. Tapi sensasi yang saya rasakan ketika keluar dari stasiun benar-benar berbeda.
Vernazza adalah permata Cinque Terre. Dari ketinggian, rumah-rumahnya tampak menumpuk di tebing curam menghadap laut, dicat dengan warna kuning, oranye, merah muda, dan biru laut. Jalannya sempit dan berliku, penuh dengan aroma makanan Italia yang menggoda.
Saya berhenti di sebuah restoran kecil bernama Belforte, yang terletak di ujung tebing dekat kastil tua Doria. Dari meja di teras, saya bisa melihat perahu-perahu kecil yang berayun di pelabuhan alami di bawah sana. Saya memesan sepiring spaghetti al pesto, sajian khas Liguria yang terbuat dari daun basil, keju parmesan, bawang putih, dan minyak zaitun.
Setiap suapan terasa sempurna — mungkin karena bumbu alami dari angin laut yang asin dan pemandangan yang menenangkan hati.
Corniglia: Desa di Atas Dunia
Desa ketiga, Corniglia, berbeda dari yang lain. Letaknya tidak di tepi laut, melainkan di atas bukit tinggi yang harus dicapai dengan menaiki sekitar 377 anak tangga dari stasiun kereta. Saya sempat kehabisan napas setengah jalan, tapi setiap langkah terasa sepadan.
Begitu sampai di atas, pemandangan laut yang membentang sejauh mata memandang membuat saya terpaku. Corniglia terasa lebih tenang dan autentik. Tidak banyak turis di sini, mungkin karena perjalanan menanjaknya yang cukup melelahkan.
Saya berjalan di antara gang-gang sempit dengan dinding batu tua yang dipenuhi tanaman merambat. Beberapa rumah menjual anggur buatan lokal, dan saya sempat mencicipi segelas vino bianco Corniglia, anggur putih khas daerah ini. Rasanya segar, ringan, dan sedikit asam — cocok untuk menemani sore yang hangat.
Manarola: Romantisme di Tepi Laut
Dari Corniglia, saya menuju Manarola, desa yang sering disebut paling fotogenik di Cinque Terre. Begitu sampai, saya langsung mengerti kenapa.
Rumah-rumah warna-warni seolah bertengger di dinding batu curam yang menjulur ke laut. Dari titik pandang utama yang dikenal sebagai Manarola Viewpoint, pemandangannya sungguh menakjubkan. Laut biru gelap di bawah, langit jingga di atas, dan rumah-rumah pastel yang seolah menyala diterpa sinar matahari sore.
Saya duduk di tepi batu, menatap matahari perlahan tenggelam di cakrawala. Di sekitar saya, para pelancong saling berpelukan, mengambil foto, dan terdiam dalam kekaguman. Ada sesuatu yang magis di Manarola — semacam keheningan yang membuatmu merasa kecil di hadapan keindahan alam.
Di malam hari, saya makan malam di restoran Nessun Dorma, tempat yang terkenal dengan bruschetta dan pemandangan lautnya. Musik lembut mengalun, lampu-lampu desa menyala, dan angin laut berhembus lembut. Saya berpikir, “Kalau ada tempat yang bisa membuat seseorang jatuh cinta pada hidup, mungkin tempat itu adalah Manarola.”
Riomaggiore: Senja yang Tak Terlupakan

Desa terakhir adalah Riomaggiore, yang mungkin paling hidup di antara semuanya. Di sini, kehidupan malam lebih terasa. Ada kafe-kafe yang buka hingga larut, toko-toko cinderamata, dan deretan perahu nelayan yang tertambat di teluk kecil.
Saya berjalan di jalan utama, Via Colombo, yang dipenuhi suara tawa dan aroma pizza. Di ujung jalan, ada tebing yang menjadi spot terbaik untuk menikmati matahari terbenam. Saya bergabung dengan beberapa wisatawan lain, duduk di batu besar sambil menikmati sebotol kecil anggur lokal.
Saat matahari mulai tenggelam, langit berubah dari biru ke jingga, lalu ke ungu. Laut memantulkan cahaya itu seperti cermin raksasa. Semua orang diam, seolah tak ingin mengganggu momen tersebut. Saya menatap cakrawala dan merasa bersyukur — karena akhirnya, setelah bertahun-tahun bermimpi, saya berada di sini.
Jalur Pendakian dan Keajaiban Alam
Selain keindahan desanya, Cinque Terre juga terkenal dengan jalur pendakiannya yang luar biasa. Jalur paling populer adalah Sentiero Azzurro atau “Blue Trail”, yang menghubungkan kelima desa dengan total panjang sekitar 12 kilometer.
Saya hanya sempat menempuh sebagian jalur dari Vernazza ke Corniglia. Meski menantang, pemandangannya membuat setiap langkah terasa berharga. Jalur ini melewati kebun anggur, hutan kecil, dan tebing tinggi yang menjorok langsung ke laut. Setiap kali saya menoleh ke belakang, saya bisa melihat Vernazza mengecil di kejauhan, tampak seperti miniatur kota dalam kartu pos.
Ada juga jalur Via dell’Amore (Jalan Cinta) antara Manarola dan Riomaggiore — sayangnya saat saya datang sedang ditutup untuk renovasi. Namun, legenda mengatakan banyak pasangan yang menulis nama mereka di pagar besi di sepanjang jalan ini sebagai simbol cinta abadi.
Kuliner yang Menggoda Selera
Bicara tentang Cinque Terre tak bisa lepas dari kuliner. Selain pesto yang mendunia, kawasan ini juga terkenal dengan hasil lautnya yang segar. Saya mencoba berbagai hidangan selama di sana:
Frittura di mare — campuran cumi, udang, dan ikan kecil yang digoreng garing, disajikan dalam kertas kerucut.
Anchovies Monterosso, ikan teri khas daerah ini yang diawetkan dengan minyak zaitun.
Trofie al pesto, pasta buatan tangan khas Liguria.
Dan tentu saja, gelato — es krim Italia yang sempurna untuk dinikmati sambil berjalan menyusuri tepi laut.
Makan di Cinque Terre bukan sekadar soal rasa, tapi pengalaman. Di setiap meja, selalu ada pemandangan laut, cahaya matahari, dan suara angin yang menjadi bumbu tambahan.
Baca fakta seputar : Travel
Baca juga artikel menarik tentang : Solo Traveling: Petualangan Mandiri yang Bikin Hidup Lebih Seru 2025
.

